vonis-rp-40-miliar-untuk-warga-cinere-konflik-akses-jalan-dan-pembangunan-perumahan

quiscalusmexicanus – Sejumlah warga di Cinere, Kota Depok, divonis membayar sekitar Rp 40 miliar kepada pengembang perumahan berinisial M karena masalah akses jalan. Putusan ini dikeluarkan oleh Pengadilan Tinggi Bandung setelah melalui polemik panjang terkait izin pembangunan jembatan yang menghubungkan dua lahan pembangunan perumahan.

Konflik ini bermula dari rencana pengembang M untuk membangun perumahan CGR dengan perkiraan 100 unit rumah di atas lahan seluas 1,6 hektar yang terpisah oleh Kali Grogol. Lahan tersebut terbagi antara wilayah Cinere dan Pangkalan Jati. Untuk memudahkan akses alat berat ke lokasi proyek, M berencana membangun jembatan yang menghubungkan kedua lahan tersebut.

Namun, warga di Perumahan CE, Cinere, menolak pembangunan jembatan tersebut. Mereka khawatir bahwa jembatan tersebut akan membuka akses umum ke lingkungan mereka, yang selama ini dijaga dan dipelihara oleh warga sendiri. Negosiasi antara warga dan pihak M yang dimulai sejak awal tahun 2023 tidak membuahkan hasil.

Pengembang M kemudian menggugat 10 warga di Perumahan CE, termasuk para Ketua RT dan RW, ke Pengadilan Negeri Depok. Gugatan ini didaftarkan dengan nomor perkara 12/Pdt.G/2024/PN Dpk pada 2 Januari 2024. Dalam gugatannya, M menuntut ganti rugi karena penolakan warga yang dianggap menghalangi pembangunan perumahan.

Putusan awal dari Pengadilan Negeri Depok pada 15 Oktober 2024 tidak mengabulkan gugatan M dan malah menghukum M untuk membayar biaya perkara sebesar Rp 3.251.000. Namun, M mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Bandung, yang membatalkan putusan PN Depok pada 5 Desember 2024.

Pengadilan Tinggi Bandung memutuskan bahwa para tergugat harus membayar ganti rugi sebesar Rp 40.849.382.721,50 kepada M sbobet88. Putusan ini didasarkan pada pertimbangan bahwa 75 persen dari 100 unit rumah yang akan dibangun telah terjual, dan M mengeklaim kehilangan pembeli akibat penundaan proyek yang disebabkan oleh perselisihan ini.

Para tergugat, yang terdiri dari delapan Ketua RT, satu Ketua RW, dan mantan pengurus RW, mengaku kaget dan bingung dengan putusan tersebut. Mereka merasa hanya menyalurkan aspirasi warga yang menolak pembangunan jembatan. Heru Sadiki, Ketua RW 06, menyatakan bahwa mereka akan mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung sebagai solusi terakhir.

“Ya kita akan kasasi ke Mahkamah Agung. Mungkin minggu ini atau awal minggu depan kita akan sampaikan kasasi kita,” ucap Heru Sadiki saat ditemui, Jumat (20/12/2024).

Warga juga khawatir dengan dampak putusan ini terhadap keamanan dan kepadatan lalu lintas di lingkungan mereka. Mereka berencana untuk melanjutkan kasus ini lewat jalur hukum hingga menang, terutama karena para tergugat mayoritas adalah lansia pensiunan yang kondisi kesehatannya perlu dijaga.

Kasus ini menunjukkan betapa kompleksnya masalah akses jalan dan pembangunan perumahan di wilayah perkotaan. Warga merasa hak mereka untuk menolak pembangunan yang tidak sesuai dengan keinginan mereka telah diabaikan, sementara pengembang merasa dirugikan oleh penundaan proyek. Kedua belah pihak kini menunggu putusan kasasi yang akan menentukan nasib mereka selanjutnya.